Salah satu varian klengkeng asal Thailand yang menjadi favorit para hobiis lainnya adalah Diamond River (DR). Klengkeng introduksi sangat terkenal di kalangan pecinta tanaman buah karena pertumbuhannya yang cepat, pembentukan tajuk yang mudah rimbun, dan yang paling menarik adalah kemampuan berbuahnya yang sangat genjah, setara dengan klengkeng varian pingpong. Tanpa perlakuan rumit, klengkeng ini bisa berbuah dalam waktu yang cukup singkat, kurang dari 1 tahun setelah tanam, dari bibit klonal (bibit cangkok dan bibit susuan), meski pada umumnya, klengkeng ini rata-rata berbuah pada umur 2 tahun setelah tanam. Selain kegenjahannya, jumlah buahnya pun dapat dimasukkan dalam kategori sangat lebat, dengan jumlah buah dalam 1 tandan berkisar antara 20-80 buah, dengan jumlah rata-rata 40 buah per tandan. Ciri khas yang sangat menonjol dari buah klengkeng varian DR ini adalah keharuman buahnya yang cukup menyengat saat buah menjelang masak fisiologis. Di luar beberapa keunggulannya, klengkeng ini juga mempunyai kelemahan yang menjadi ciri khasnya, antara lain : karena pertumbuhannya yang cepat, menyebabkan kerapatan kayunya menjadi berkurang sehingga cabang dan dahan klengkeng DR menjadi rapuh dan mudah patah (Jawa : semplak), apalagi jika cabang dan dahan digelayuti oleh cukup banyak dompolan tandan yang sarat dengan buah. Hal ini bisa disiasati dengan mengatur pola pertumbuhan dan pola percabangan tanaman, sehingga tanaman tidak tumbuh meninggi, melainkan rimbun menyamping. Pemberian cagak kayu/bambu di sekeliling tanaman, juga akan sangat membantu agar cabang/dahan tidak mudah patah. Selain itu, kandungan air buah yang tinggi yang menjadi ciri khas klengkeng ini, juga cukup mengganggu karena pada akhirnya daging buah menjadi tidak kesat dan mengurangi kenikmatan pada saat memakan buah klengkeng ini, meski rasa daging buahnya masuk dalam kategori sangat manis. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan membiarkan buah tetap berada di pohon, melewati fase masak fisiologis, hingga kulit buahnya berubah menjadi kecoklatan. Menurut pengalaman kami, buah yang dibiarkan tergantung melewati fase masak fisiologis, akan menjadi lebih kesat daging buahnya karena berkurangnya kadar air buah, demikian pula dengan ukuran biji yang menjadi semakin kecil, sehingga lebih nyaman untuk dinikmati pada saat panen.
Wednesday, April 29, 2009
Klengkeng (Euphoria longana) var Diamond River - Thailand
Salah satu varian klengkeng asal Thailand yang menjadi favorit para hobiis lainnya adalah Diamond River (DR). Klengkeng introduksi sangat terkenal di kalangan pecinta tanaman buah karena pertumbuhannya yang cepat, pembentukan tajuk yang mudah rimbun, dan yang paling menarik adalah kemampuan berbuahnya yang sangat genjah, setara dengan klengkeng varian pingpong. Tanpa perlakuan rumit, klengkeng ini bisa berbuah dalam waktu yang cukup singkat, kurang dari 1 tahun setelah tanam, dari bibit klonal (bibit cangkok dan bibit susuan), meski pada umumnya, klengkeng ini rata-rata berbuah pada umur 2 tahun setelah tanam. Selain kegenjahannya, jumlah buahnya pun dapat dimasukkan dalam kategori sangat lebat, dengan jumlah buah dalam 1 tandan berkisar antara 20-80 buah, dengan jumlah rata-rata 40 buah per tandan. Ciri khas yang sangat menonjol dari buah klengkeng varian DR ini adalah keharuman buahnya yang cukup menyengat saat buah menjelang masak fisiologis. Di luar beberapa keunggulannya, klengkeng ini juga mempunyai kelemahan yang menjadi ciri khasnya, antara lain : karena pertumbuhannya yang cepat, menyebabkan kerapatan kayunya menjadi berkurang sehingga cabang dan dahan klengkeng DR menjadi rapuh dan mudah patah (Jawa : semplak), apalagi jika cabang dan dahan digelayuti oleh cukup banyak dompolan tandan yang sarat dengan buah. Hal ini bisa disiasati dengan mengatur pola pertumbuhan dan pola percabangan tanaman, sehingga tanaman tidak tumbuh meninggi, melainkan rimbun menyamping. Pemberian cagak kayu/bambu di sekeliling tanaman, juga akan sangat membantu agar cabang/dahan tidak mudah patah. Selain itu, kandungan air buah yang tinggi yang menjadi ciri khas klengkeng ini, juga cukup mengganggu karena pada akhirnya daging buah menjadi tidak kesat dan mengurangi kenikmatan pada saat memakan buah klengkeng ini, meski rasa daging buahnya masuk dalam kategori sangat manis. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan membiarkan buah tetap berada di pohon, melewati fase masak fisiologis, hingga kulit buahnya berubah menjadi kecoklatan. Menurut pengalaman kami, buah yang dibiarkan tergantung melewati fase masak fisiologis, akan menjadi lebih kesat daging buahnya karena berkurangnya kadar air buah, demikian pula dengan ukuran biji yang menjadi semakin kecil, sehingga lebih nyaman untuk dinikmati pada saat panen.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment